Nov 7, 2011

"Bercerai" dari Blackberry


Well, tepat di tanggal cantik 1|11|2011 bertepatan dengan ulang tahun, akhirnya dengan berat hati saya 'selesaikan' urusan saya dengan RIM. Alias saya 'udahan' sama Blackbery. Yess, BB Bold generasi pertama, hitam gede buluk yang setia menemani meski jatuh bolak-balik dan lecet sana-sini, tapi tetap tiada tanding. Kecuali untuk batre borosnya itu. Pokoknya top dah, di jamannya hehe.

Beberapa hari sebelum mengambil keputusan OFF dari BB, dan semalaman sebelum saya broadcast 'pamit' Saya sudah yakinkan tekad untuk benar-benar STOP dari segala hal bernama BB. Include BBM yang biasanya bikin saya tambah puyeng itu. Dari semua BBM reply yang masuk, terbagi 3 kategori :

Menyayangkan | Setuju | Cuek |

Saya demen tipe ketiga deh, ga banyak komen langsung kirim konfirm nomornya untuk saya simpan. Sementara kelompok pertama yang lumayan banyak pula, menyayangkan dan 'menghina' mana bisa di jaman seperti ini tanpa Blackberry.

Memang karena tipe pekerjaan saya yang diharuskan terkoneksi non stop dengan klien, rekan kerja ataupun memantau kerjaan, sepertinya tidaklah terlalu berlebihan saya menyebutnya 'lompatan besar dalam 4 tahun terakhir' untuk memberanikan diri STOP BB (dapet MURI harusnya *lebay)

Mungkin kalau masih ada yang menanyakan alasan saya STOP BB, sempat saya posting di twitter juga :

1) Saya merasa terlalu dikendalikan BlackBerry®. Sebentar2 nge-cek, meskipun saya tau gada apa2 di handheld saya. Hal ini lumayan sering merusak fokus saya, dalam beberapa hal. Baik pekerjaan, keluarga, sampai nyetir mobil juga !!


2) Kadang akhirnya saya lebh banyak berprasangka buruk, kalo ada broadcast yang bolak balik saya terima dari 'teman BBM' saya. Sebal dengan orangnya, bukan tindakannya, tapi saya hanya bisa ngedumel gajelas karena merasa sudah 'meluangkan' waktu untuk melihat "PING" ehhh ternyata BBM gapenting menurut versi saya.

3) Secara langsung atau tidak, saat mengganti gambar Profile Picture BBM, saya mendapat respon yang beragam. Sebenarnya saya mau tidak semuanya harus dinilai dari tampilan gambar PP dan atau status bbm saya. Dear all,its too ridiculous if u judge on it.

4) Saya sering ber-adu emosi, argumen dan komplain gara-gara pendingnya BBM. Kadang berpengaruh pada message yang kita kirim atau terima, tapi kita sangat perhatikan statusnya yang sudah 'D' tapi blm 'R'. Hal ini kadang berakibat munculnya prasangka buruk, kecewa dan sejenisnya, baik untuk saya atau 'lawan' BBM saya. Meski kadang faktor 'signal' harusnya turut diperhitungkan.

5) Saya tdk mau terlalu dikendalikan ato 'hrs terpaksa' menjawab BBM disaat saya sangat membutuhkan waktu bersama keluarga kecil saya. Honestly I'm too scared,saat anak saya sudah mulai sering komplain bahwa saya terlalu peduli BBM daripada dia. I think it' too crazy !! enough !

6) Well alasan gabisa dihubungi sepertinya gak masuk akal. Menurut saya komunikasi bisa tetap terjalin dengan baik kok,via sms ato direct calling :) ya kan? Ga harus lewat fasilitas gratisan BBM yang malah bikin stress itu. Dan saya yakin, karena berbayar, akhirnya yang disampaikan atau dibicarakan adalah hal-hal yang memang 'penting' bukan yang kadang 'gak terlalu penting' atau malah 'ga penting banget' seperti semudah kirim BBM.

Okay..doain juga saya ga dikomplain Boss besar krn memutuskan tali persaudaraan dari jejaring grup kantor...Amien :)

2 comments:

PCMI Kepri said...

Hey, i dont know you but i agree with your thought.. The stupidity of people are increasing everyday and they start sending unimportant bbm just because it is free!! really wasting of time!!
I am still using blackberry tho but thinking to move to iPhone soon..

Cheers,
Yuanna

mdgila said...

thkssss Yuana :)
for comment & blogwalking