Apr 8, 2008

Demokrasi bagi saya

temans,
Banyak kasus yang terjadi di negeri ini, paling ribet-riweuh-rame tentang SARA yang kadang membuat semuanya ikut angkat bicara, saling beradu pendapat mengedepankan ideologi masing-masing pihak. Untuk menjadikannya yang ter-agung dan tetap menjadi no 1.
Tunggu dulu..
Apakah ukuran cantik & jelek ?
Apakah ukuran enak & gak enak ?
Apakah ukuran bagus & gak bagus ?
Lalu apakah ukuran puas & gak puas ?
Kacamata sebagai ukuran individulah jawabannya.
Saya ingat, saat usia saya masih belasan, bau parfum (gak mau ah, disebut bau kencur) Saya sering dibelikan baju yang kadang sama warna atau kalo tidak sama model dengan kakak laki-laki saya, yang memang beda 2 tahun umurnya dengan Saya. Awalnya sih saya ok – ok aja. Sekali dua kali, mikirnya seru bisa kembaran, tapi sebelnya, Saya malah dianggap sebagai ‘Kakak’ karena kata orang yang lihat tampang saya lebih tua daripada kakak saya. SIAL
Tapi lama-lama, jiwa –Indie, Rock n’ Roll, pemberontak– (atau apalah sebutannya) ini, berontak. Merasa ada suatu hal yang mengganjal dan rasanya dipaksakan. Mulai saya, jago ngeles dan sering mengungkapkan untuk berbeda. Hanya sekedar ingin tidak sama dan tanpa alasan, sampai saya mendebat dengan alasan pribadi saya, sesuai ukuran pribadi saya. Dan itu berlanjut bukan hanya soal pakaian saja, tapi juga menu makanan sehari-hari, atau pas mau menentukan tempat makan di luar, dan banyak hal lainnya. Sejak saya berani untuk ‘vokal’ itulah, keluarga saya akhirnya mulai paham sudah terjadi demokarsi. Karena mereka akhirnya selalu menanyakan pada Saya sebelum memutuskan sepihak, kalau tahu hasilnya untuk kepentingan bersama termasuk saya.

Pemahaman atas unsur objektif atau subjektif, sungguh susah disama ratakan antar sesama pemilik kepala+otak+akal, yang disebut manusia ini. Karena kadang ukuran bagus menurut saya belum tentu tepat ukuran itu untuk ‘kacamata’ orang lain, Begitu juga berlaku sebaliknya, puas untuk ukran orang lain belum tentu saya bisa sependapat. Keadaan inilah yang kadang membuat kemajemukan semakin berarti. Keberagaman yang kadang susah disatukan, dengan potret keindahan, karena adanya perbedaan yang seharusnya semua ‘wajib’nya patut untuk dipertahankan.
Buah pemikiran-pemiikiran yang berbeda, beragam dan sering silang pendapat inilah yang seharusnya terus diusahakan untuk disatukan. Dalam artian tidak diseragamkan, tapi dengan benih-beih kesepakatan, atau dalam taraf kategori bisa dikompromikan bersama. Bukan dipaksa. Tapi berusaha saling menghargailah jawabnya.
Tapi ahhh sayang, banyak hal dan pihak yang masih belum bisa menerima kemajemukan. Andai saja semua tahu, kalau semua sama dan seragam pasti akan terasa membosankan dan tidak seru. Dan andai saja semua mengerti, kalau semua tidak beragam, maka akan berhenti ide-ide liar dan menarik lainnya…yang kadang kemunculannya memang kadnag bisa membawa angin segar atau bahkan perubahan besar atas hal yang membosankan itu..
Ohya just info, saya berani mengungkapkan pendapat sesudah masuk SMA atau bekerja tepatnya. Karena merasa sudah punya ‘duit’ sendiri, jadi saya mulai bisa berlagak membelot dan gak takut uang jajan dipotong. Hehe, kalau belum kerja dan dapat duit sendiri, entah apa saya bisa seberani waktu itu. Atau jangan-jangan masih sama seperti Anda yang sering mengorbankan kata hati dan perasaan? Menerima ‘paksaan’ orang lain?. Atau bahkan pekerjaan yang anda cintai 'menjajah' anda tanpa bisa membalas dengan argumen versi Anda?

Ah, andai semua tahu betapa indahnya perbedaan itu…
Peace out !!

No comments: